Tausiah Teh Nini "Lima Kiat Datangkan Jodoh"

Rejeki Menikah Bukan Matematika

Oleh Abdul Rahman Jamil

Ayolah, kapan lagi mau menikah ? Kamu kan sudah cukup umur, sudah bekerja pula dan secara agama hukumnya sudah menjadi wajib loh!. Ngga usah takut ngga cukup. Rejeki itu tidak seperti hitungan matematika, serahkan saja semua kepada Allah. Begitu selalu yang dikatakan teman-teman saat saya selalu mempertimbangkan masalah keuangan sebagai salah satu alasan mengapa belum menikah.

Percakapan itu terjadi beberapa tahun lalu, saat saya gamang dalam keputusan untuk menikah atau tidak. Syukurnya, saya lebih memilih untuk melangkah maju dibanding mundur teratur untuk tidak membicarakan lagi masalah pernikahan.

Dan ternyata teori rejeki bukan matematika itu ternyata benar adanya. Mana pernah saya menduga sebelumnya, bahwa dengan berkeluarga justru keadaan ekonomi saya meningkat. Dibanding saat sendiri dulu keadaannya boleh dibilang sangat bertolak belakang.
Dengan gaji yang saya terima saat bujangan dulu, tanpa menanggung biaya kontrak rumah, makan cuma satu mulut dan tak ada tetek bengek biaya rumah tangga, toh tabungan saya tak pernah lebih dari enam digit.

Malah sebaliknya, justru saat saya harus menafkahi isteri dan anak-anak ternyata saya bisa mencukupi kebutuhan minimal mereka, sesekali berwisata dan masih ada sisa untuk ditabung untuk persiapan tak terduga. Dari mana semua itu? Secara logika, seharusnya keadaan ekonomi saya morat marit, karena toh gaji yang saya terima jumlahnya tidak terlalu berbeda jauh saat bujangan dulu.

Jawabannya adalah, semua karena kebesaran Allah dan kepasrahan kepada kehendak-Nya. Allah selalu memberikan rejeki yang tidak pernah saya duga –duga sebelumnya. Ada saja tawaran kerja sampingan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Dan semua itu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga kami dan bahkan bisa ditabung pula.

Maka semakin yakinlah saya akan kebenaran janji Allah dalam Alqura-an..". Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar..(memudahkan jalannya untuk sukses)"Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS.65:2-3)

Nah, sekarang apalagi yang menjadi penghalang bagi muslimin untuk menikah, kalau Allah telah menjamin semuanya ?

Brisbane, 13 April 2008

Siapa Berdoa untuk Saya ?

Oleh Bayu Gawtama

Dalam sebuah kajian, seorang ibu bertanya, “Sudah duabelas tahun saya menikah, tapi belum dikaruniai anak. Kalau sampai ajal menjemput nanti saya belum juga mendapatkan anak, siapa yang akan mendoakan saya di kuburan?”
Semua mata tertegun, terharu dan juga sedikit bingung memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Beberapa ibu bahkan menitikkan airmata, bisa dirasakan harapan terdalam dari ibu yang bertanya itu. Sebab bagi siapa pun wanita di muka bumi ini, memiliki buah hati dari rahimnya sendiri adalah mimpi terindah, harapan terbesar dan cita-cita tertinggi di sepanjang perjalanan hidupnya.

Namun pertanyaan itu begitu menghentak, betapa setiap orang beriman akan mendapatkan beragam ujian. Salah satunya berkenaan dengan amanah berupa anak. Bagi yang diberi amanah, tetaplah sebuah ujian agar menjaga amanah tersebut sebaik-baiknya. Ibarat seseorang yang menitipkan suatu barang berharga kepada orang lain yang dipercayainya, ia berharap barang tersebut dijaga, dipelihara sebaik mungkin, hingga pada satu saat barang itu harus dikembalikan, tetap dalam keadaan baik.

Bahkan mungkin ketika barang itu belum waktunya diambil pun, si penitip yang melihat orang yang dipercaya itu mampu menjaga amanah dengan baik, maka ia tak akan sungkan menitipkan barang lainnya. Ada dua motivasi yang muncul ketika titipan kedua diberikan, apakah memang ia telah menjaga dengan baik titipan pertamanya, atau, titipan kedua sebagai ujian agar ia mampu berbuat lebih baik lagi. Begitu pula dengan mereka yang belum diberi kesempatan.
Bukan semata karena ia belum layak mendapat amanah, juga bukan karena mereka yang diberi momongan itu lebih baik kualitas diri dan kehidupannya. Ini semua menjadi rahasia Allah, sedangkan sebagai hamba kita hanya bisa berdoa agar Allah kelak memberikan kesempatan itu meski hanya sekali.

Banyak kita jumpai, sepasang suami isteri yang shalih, taat beribadah, berkecukupan, dengan latar belakang pendidikan yang sangat menunjang, namun belum dikaruniai seorang anak. Berbagai upaya sudah dilakukan, dan tak henti berusaha lantaran tak ada sedikit pun masalah medis dalam diri suami isteri tersebut.
Jika demikian, doa dan terus bersyukur atas segala rezeki yang telah diterimanya bisa membuat Allah tersenyum dan berkenan menambahkan rezeki lainnya. Tentu saja Allah tahu persis apa yang paling diinginkan setiap hamba, meski tak satu pun hamba yang boleh mendikte keinginan Allah. Kembali ke pertanyaan di atas, “siapa yang akan berdoa untuk saya sesudah saya mati?” adalah pertanyaan dari hati terdalam seorang ibu yang memendam kerinduan teramat dalam akan hadirnya si buah hati.

Makna tertinggi dari harapan sepasang manusia, bukan sekadar bisa menimang dan mengaliri kasih sayang melalui peluk kasih dan sentuhan lembut jemari sang ibu.
Tak hanya sebentuk rindu menyanyikan lagu ‘nina bobo’ atau senandung shalawat ketika buah hatinya terlelap dalam belaiannya. Lebih, jelas lebih dari itu. Ia telah menyiapkan segala sesuatunya agar kelak anak-anak yang tumbuh dan keluar dari rahimnya, adalah anak-anak yang memahami betul peran dan multi tanggungjawabnya; kepada Tuhannya, kepada orangtuanya, juga kepada lingkungannya.

Hiburan berupa jawaban, “Meski tidak dikaruniai anak, ibu kan masih punya dua hal lainnya; ilmu yang bermanfaat dan amal shalih” hanya berlaku sesaat. Ketika ia merasa sendiri di rumah, saat suaminya mencari nafkah, suara tangis dan kelakar riang anak-anak akan mengisi hari-hari sepinya. Siapa wanita yang tak menitikkan air mata kala mengetahui segumpal darah berbentuk janin dititipkan di rahimnya? Air matanya sejernih cintanya, bulir airnya menggugurkan kerinduan teramat dalam di sepanjang hidupnya.
Saya berdoa untuk semua saudara yang masih menggenggam rindu ini. (Gaw)
TV OnLine
This text will be replaced

"Hot News" "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" (QS. Ibrâhîm: 41-42)