Tausiah Teh Nini "Lima Kiat Datangkan Jodoh"

Kajian Bersama Majelis Sehati

Assalamu'alaikum, wr, wb.

Sahabat-sahabat, kita tahu, banyak majelis-majelis atau kelompok-kelompok dzikir yang muncul dan berkembang di Indonesia. Sepertinya, mereka memiliki kebebasan untuk mengekspresikan pujian kepada Sang Maha Pencipta. Tapi benarkah kita memang memiliki kebebasan berekspresi dalam memuji Allah? Bagaimana jika ternyata kebebasan tersebut melanggar adab-adab berdzikir atau tidak sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah SAW? Lalu bagaimana jika ternyata kebebasan berekspresi memuji Allah yang kita jalani saat ini ternyata masuk kategori bid'ah? Mari sahabat-sahabat, kita berhati-hati dalam kebebasan berekspresi memuji Allah.

Untuk mengetahui ilmunya, Majelis Sehati mengundang sahabat-sahabat dalam Kajian Bersama pada :
Waktu : Ahad, 7 Juni 2009
Pukul : 09.00 – 11.00 WIB
Tempat : Mushollah Baiturahman, Jl. Bangka I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Tema : Benarkah Kita Bebas Mengekspresikan Pujian kepada Allah?
Pemateri : Ust. Ihsan Hakim.


Kajian ini wajib dihadiri Anggota Majelis Sehati yang aktif terdaftar.
Terbuka bagi semua mantan anggota Majelis Sehati dan juga untuk umum, tanpa dipungut biaya.
Bagi yang ingin hadir, wajib membawa Al-Qur'an dan terjemahan, serta alat tulis.
Akhwat wajib berjilbab dan Ikhwan busana berkerah atau baju koko, serta dilarang merokok.

Informasi lebih lanjut hubungi Rico Atmaka – 08158018156 / 021-50212373

Wassalamu'alaikum,wr.wb.
Rico Atmaka
Koordinator Majelis Sehati DT Jakarta
YM ID : daddy_zahirah
Facebook : Rico Atmaka
http://www.majelissehati.blogspot.com/
rico_atmaka@yahoo.com
rico_atmaka@telkom.net.id

Sebelum Kumengerti Ilmunya

Sebelum kumengerti ilmunya, aku selalu berharap menjemput jodoh yang sekufu, setara atau sebanding. Ternyata aku terjebak dalam pengertian sekufu yang salah sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk menjemput jodohku.


Sebelum kumengerti ilmunya, sekufu soal latar belakang sosial, menurut aku paling tidak calon pendamping hidupku harus sama denganku.

 

Sebelum kumengerti ilmunya, sekufu soal pendidikan, menurut aku berarti setingkat. Agar jika diajak bicara, calon istriku dapat mengimbangi apa yang kusampaikan.

 

Ternyata pengertianku soal sekufu salah besar. Karena aku lebih menitikberatkan kepada sekufu duniawi. Padahal yang lebih penting adalah sekufu akhirat. Artinya, sekufu dalam ketaatan kepada Allah semata.


Setelah kumengerti ilmunya, latar belakang sosial tidak menjadi masalah buatku ketika menjemput jodoh. Dulu, istriku sering naik turun gunung. Sedangkan aku, sering naik turun panggung. Istriku seorang pendekar silat, sedangkan aku seorang penari dan koreografer. Tapi justru dengan perbedaan ini, kami merasa unik dan bersyukur kepada Allah.


Setelah kumengerti ilmunya, latar belakang pendidikan tidak menjadi masalah ketika berproses ta’aruf dengan wanita yang berbeda pendidikannya dengan diriku. Aku lulusan ilmu sosial sedangkan istriku lulusan ilmu pasti. Tapi dengan perbedaan latar belakang pendidikan, kami justru saling mengisi keilmuan masing-masing. Kami sangat bersyukur kepada Sang Maha Berilmu yang telah mengkaruniai kami ilmu yang bermanfaat.

 

Tapi menurut sahabat-sahabat, sekufukah kami?

Aku dan istriku merasa sekufu, justru karena banyaknya perbedaan diantara kami. Kami berprinsip, kelebihan pasangan sebagai ladang ilmu, kekurangan pasangan sebagai ladang amal. Alhamdulillah, setelah menikah, kami menemukan makna sekufu yang sebenarnya, yaitu sekufu dalam agama. Ini yang terpenting.


Jakarta, Jum’at, 16 Maret 2007

Rico Atmaka – 08158018156

Koordinator Majelis Sehati

Daarut Tauhiid Jakarta

Istri Sakit, Suami Bagaimana?


oleh Halimah

Menjalani bahtera rumahtangga merupakan amal sholeh yang dapat dilalui dengan aman bila disertai dengan cinta. Seorang iburumahtangga yang notabene adalah istri dari seorang suami, akan menggeluti kegiatan kesehariannya dengan penuh tanggungjawab. Memberikan pelayanan dan kesediaan untuk selalu ada di setiap waktu bagi penghuni rumah. Tidak ada kata yang lebih indah untuk mengungkapkan, selain rasa CINTA yang dalam terhadap orang-orang yang dikasihinya. Kadang waktu yang tersisa tak cukup untuk membuatnya menghela napas.
Tapi itu tak menjadikan dirinya merasa sebuah pengorbanan. Cintanya murni, tak pernah terlintas sedetik pun tuk mengharapkan balasan. Semuanya dikerjakan dengan ikhlas. Cintanya tak jua luntur walau kadang penghuni rumah, seringkali memberikan sinyal tak suka akan bantuannya. Semuanya di terima dengan lapang dada. Begitu pula bila suaminya, yang hanya bisa memberikan kritikan tanpa mengurangi beban kerja rutinnya. Semuanya hanya bagai angin yang berhembus sejenak. Tak ada masalah.

Sang istri yang ikhlas ini akhirnya jatuh sakit. Semua pekerjaan kesehariannya menumpuk di setiap ruang. Tak ada sentuhan dari orang sekitarnya, hanya ada sedikit lirikan. “Ah… ibu sedang sakit, bagaimana dengan kami? Anak-anaknya kebingungan. Suaminya pun tak kalah sibuknya. Sibuk dengan rasa cemas, terhadap istrinya yang tergolek lemah. Memberikan semangat, agar tak usah bersedih- semuanya cobaan dari Allah S.W.T. Maka sang suami pun mengambil amanah sang sang istri dalam urusan domestic rumahtangga. Karena tak terbiasa dengan kondisi itu, maka dia pun merasakan beban yang sangat berat. Sebelum shalat subuh dia harus membangunkan anak-anaknya.
Biasanya, dialah yang dibangunkan. Ketika jam menunjukkan jam enam pagi, maka dia pun kerepotan untuk menyiapkan sarapan tuk diri dan penghuni rumah. Biasanya, dia tinggal menikmati. Bila tak sesuai selera, maka sebuah komentar yang kadang memanaskan telinga sang istri yang telah kepayahan. Menyiapkan anak-anak untuk segera mandi, berpakaian dan sarapan ternyata sang suami merasakan pekerjaan yang sangat berat. Selama ini dia tak pernah sedikitpun memberikan ulurannya tuk kegiatan ini. Ketika harus menjalaninya, maka barulah dia mengetahui bagaimana sibuknya sang istri tercinta saat subuh hingga keberangkatan mereka keluar dari rumah.

Istri yang sakit tak jua kunjung sembuh. Batas kesabaran sang suami berada di titik puncak. “Kalau sakit jangan terlalu di manja. Jangan tidur melulu, sakitnya tambah payah!” Suami sudah tak mampu mengontrol emosi, padahal sang istri baru sakit dua minggu. Sementara pekerjaan rumah telah di jalani lebih dari lima tahun. Tentu saja perbandingan waktu yang tak seimbang. Tapi, suami sudah kepayahan.
Suami yang biasa hanya berkomentar, tentu saja akan kerepotan. Dia tak siap untuk kejutan pahit ini. Istri yang super perkasa selama ini, ternyata punya batas kekuatan. Orang-orang yang dicintainya, akhirnya mengeluh dengan keadaannya. Istri yang sakitpun, tak bisa berdialog dengan mereka dengan hati yang berbunga. Karena orang disekitarnya memasang wajah penuh cemas dan rasa tak sabar, akan kesehatannya. Semuanya dirundung mendung, menantikan saatnya turun hujan kasih dari sang bunda. Ayahnya, ternyata tak setelaten ibunya dalam menanggapi semua kebutuhan dan kemanjaan mereka. Mereka pun akhirnya stress!
Mau cari pembantu? Sang suami tak punya cukup uang. Sementara dia sudah di ujung tanduk. Pekerjaan yang dua mingguan ini dirasanya, telah membuatnya lebih tua dari usianya. Tak pernah terlihat lagi senyum maupun candaan pada anak-anaknya. Semuanya dalam koridor TEGANG!

Beberapa kejadian ini telah saya lihat di sekitarku. Saat tinggal di kota Samarinda, maupun saat ini di kota Sengata. Suami yang biasanya memandang remeh pekerjaan istrinya yang tinggal di rumah. Dan memaklumi diri untuk tidak turut terjun ke daerah domestik, karena merasa telah berjasa besar menafkahi keluarga yang di cintainya. Tak ada ucapan terimakasih, walau pun sang pujaan hati telah bersusah payah menyediakan semua kebutuhan hariannya. Semuanya dalam pemakluman :” Memang tugasnya!”.
Sungguh kasihan mendapatkan suami dengan type begini, tak ada rasa sayang yang murni. Inginnya di mengerti, tapi tak mengerti keadaan pendampingnya. Dengan beberapa orang anak yang berbeda karakter, tentu saja dengan pelayanan beberapa karakter pula ditambah dirinya yang punya karakter yang lain. Tak pernah terlintas sejenakpun untuk membuat sebuah kejutan :”Hari ini, ibu tak usah repot di rumah. Kami semua akan mengerjakannya!”. Hari libur, merupakan hari yang harusnya dilewati dengan nyaman. Sang istri malah mendapatkan pekerjaan tambahan : Memasak makanan khusus, yang tentu saja membuat energi harus dilipat gandakan.

Sang istri yang telah sembuh, akan membuat rona bunga mekar di setiap sudut rumah. Membuat wajah-wajah yang mendung menjadi bersinar kembali. Anak-anakpun dapat merasakan kegembiraan yang telah hilang beberapa hari. Sang ayahpun tak kalah gembiranya, di kecupnya kening istri :”Jaga kondisi ya…” Suami pun memberikan sentuhan hangat, karena beban itu telah lepas dari pundakya. Hem!
Istri yang sakit untuk beberapa hari, ternyata punya hikmah sendiri buat penghuni rumah. Anak-anak telah mengerti pengorbanan dan CINTA sang bunda padanya. Suami pun mengerti, betapa berat pekerjaan sang tercinta dalam mengelola urusan rutin rumah mereka. Semuanya dalam keadaan saling memahami satu sama lainnya. Sangat indah suasana itu. Menggoreskan rasa aroma bunga di hati.
Rona yang indah hanya berjalan beberapa jeda waktu. Kegiatan sang istri berulang kembali seperti biasanya. Kebiasaan lama mewarnai kembali kegiatan hariannya Semuanya kelihatan wajar, hingga pada satu titik waktu – sang bunda harus pulang kehadirat Sang Ilahi. Bila itu terjadi : “Akankah orang disekitarnya serasa mendapat sambaran petir di siang hari bolong?”
( Tapi ini hanya kejadian yang langka, bila dibandingkan dengan seorang suami yang mengerti dan turut terjun di daerah domestik rumah-tangganya. Semoga kita bukan merupakan bagian dari cerita ini. )

Halimah Taslima
Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata
halimahtaslima@gmail.com

Pendaftaran Majelis Sehati Angkatan 10

Asssalamu’alaikum, wr. wb.

Sahabat-sahabat, Majelis Sehati Daarut Tauhiid Jakarta akan membuka kembali pendaftaran anggota baru Angkatan 10. Mohon diperhatikan tanggal dan waktu pendaftaran berikut ini:

  1. Rabu, 22 Juli 2009, jam 18.30 – 20.00 WIB
  2. Ahad, 26 Juli 2009, jam 10.00 – 14.00 WIB
  3. Rabu, 29 Juli 2009, jam 18.30 – 20.00 WIB (Hari Terakhir)

Tempat pendaftaran di Musholla Baiturahman, Jl. Bangka I, dekat Gedung AKA atau seberang Bakso Ino, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.


Sebelum memutuskan untuk mendaftar, pastikan sahabat-sahabat sanggup menghadiri :

  1. ACARA PEMBUKAAN pada Ahad, 2 Agustus 2009 pukul 10.00 sampai selesai.
  2. Kajian Wajib Utama Ahad Siang Minggu I, dan IV pukul 12.00 – 15.00 WIB.
  3. Kajian Manajemen Qalbu, Ahad ke-II di Mesjid Istiqlal pukul 12.00 – 15.00 WIB.
  4. Kajian Hadits setiap Rabu malam pukul 18.00 – 21.00 WIB.

Seluruh kajian tanpa kecuali, wajib dihadiri anggota Majelis Sehati. Bagi sahabat yang tidak sanggup hadir, tidak perlu menjadi anggota, dan dipersilakan menjadi jamaah umum.

Syarat dan ketentuan menjadi Anggota Majelis Sehati DT Jakarta Angkatan 10 :

  1. Foto kopi KTP satu lembar.
  2. Foto Setengah Badan ukuran 3R / 4R / Postcard berwarna satu lembar di dalam ruangan (studio), dan bukan hasil pemotretan dari handphone.
  3. Pasfoto 4x6 berwarna satu lembar.
  4. Ketentuan foto, akhwat (wanita) wajib mengenakan jilbab dan ikhwan(pria) wajib mengenakan busana berkerah atau baju koko, bukan T-Shirt.
  5. Mengisi formulir keanggotaan langsung di tempat pendaftaran dan tidak dapat diwakilkan.
  6. Menyerahkan seluruh persyaratan dengan lengkap, tidak kurang satupun.
  7. Menyerahkan biaya investasi sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) untuk biaya kajian selama enam bulan (Agustus 2009 – Januari 2010). Biaya ini sudah termasuk pembuatan kaos anggota Majelis Sehati dan nametag (kartu anggota).

Informasi lebih lanjut, silakan hubungi langsung (tidak lewat SMS) 08158018156 / 02150212373 dengan Rico Atmaka atau 021-93698493 dengan Riri Atmaka.


Wassalamu’alaikum, wr. wb.

Rico Atmaka – 08158018156 / 021-50212373

Koordinator Majelis Sehati DT Jakarta

YM ID : daddy_zahirah

Facebook : Rico Atmaka

e-mail : rico_atmaka@yahoo.com / rico_atmaka@telkom.net.id

TV OnLine
This text will be replaced

"Hot News" "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" (QS. Ibrâhîm: 41-42)