Tausiah Teh Nini "Lima Kiat Datangkan Jodoh"

Mertua Ku adalah Orang tua Ku


oleh Ummu Mufais

Ketika seorang wanita menikah, maka tanggung jawab orang tuanya sudah terlepas, karena kini tanggung jawab itu beralih pada sang suami, dan kewajiban sebagai istri adalah memenuhi hak-hak si suami, demikian juga suami terhadap istri. Namun ada yang perlu kita ketahui, kita menikah bukan pada suami kita saja, melainkan pada semua keluarga besar dan juga kedua orang tuanya.
Kadang sering terjadi perselisihan memang antara kita dengan keluarga suami, karena dua karakter keluarga dan adat yang berbeda bersatu menjadi keluarga besar. Tapi kita sebagai seorang muslimah yang baik harus mengerti dan memahami. Kita menjadi istri dari anak mertua kita, yang selama ini telah membesarkannya dan berharap suatu hari nanti si anak akan menjaga dan menyayanginya hingga mereka kembali kepada sang khaliq, maka wajarlah kadang bila anaknya ingin menikah, orang tua dari calon mempelai laki-laki menyeleksi calon menantunya terlebih dahulu, sebelum menerimanya menjadi bagian dari keluarga besar mereka.
Beberapa hari lalu seorang teman minta di telfun oleh saya. Dia bilang ingin curhat dengan saya tentang adik iparnya itu, sebenarnya dia sendiri adalah seorang menantu, dan mempunyai adik ipar yang sudah menikah, jadi yang ingin dia ceritakan adalah istri dari adik iparnya itu, dan kebetulan adiknya itu menikah dengan orang yang sama-sama kami pernah kenal dulu. Maksudnya adalah dia ingin sekali mencari solusi bagaimana mengatasi hal ini, karena dia merasa bertanggung jawab dalam hal ini, kenapa...? karena dia yang dulu mengenalkan nya pada adik iparnya itu. Jadi bukan bermaksud untuk ghibah.

Ceritanya memang sangat mengharukan, karena saya benar-banar tidak manyangka sama sekali, saya mengenal teman (adik ipar teman saya) itu adalah orang yang baik, tapi kini jadi berubah. teman saya bercerita istri adik iparnya itu kini tidak punya sopan santun sama sekali dengan ibu mertuanya, apa lagi ketika sempat si adik ipar itu menginap beberapa minggu di rumah mertuanya. Teman saya bercerita kadang adik iparnya itu, suka ketus bila berbicara pada ibu mertuanya. Saya tidak bisa berbuat apa-apa, karena saya tidak tahu permasalahan yang sebenarnya, jadi saya hanya memberi saran, agar teman saya itu berbicara pada suaminya, maksudnya adik iparnya yang laki-laki, agar dia menasehati istrinya itu. Sedih sekali saya mendengar cerita teman saya ini, terbayang saya wajah wanita tua itu, mertua dari teman saya, karena saya pernah bertemu dengannya saat liburan tahun lalu. Beliau sudah sangat tua dan beliau mengasuh anak-anaknya sendiri, karena suaminya telah meninggalkannya kembali kepada sang khaliq, ketika anak-anaknya masih kecil-kecil. Betapa sedih hati nya mendapati menantu yang tidak menyayangi dan menghargainya. Terbayang pula oleh saya kedua orang tua suami saya yang sudah renta, beliau tinggal hanya berdua saja, sedangkan kedua anaknya sudah berkeluarga dan tinggal jauh darinya. Walaupun saya atau suami sering menelfunnya, tapi saya yakin beliau ingin sekali berdekatan dengan anak, manantu dan cucu-cucunya.

Saya jadi ingat cerita tentang Nabi Ibrahim, Ketika itu Nabi Ibrahim berkunjung kerumah anaknya Nabi ismail dan saat itu hanya istri nabi ismail lah yang berada di rumah, lalu Nabi Ibrahim bertanya pada istri Nabi ismail, tentang keadaan rumah tangganya, dan di jawab oleh istri nabi ismail dengan ketus serta membuat Nabi Ibrahim tidak suka mendengarnya, maka ketika Nabi Ibrahim hendak pergi meninggalkan rumah itu, Beliau menitip salam untuk Nabi Ismail pada istrinya, agar segera mengganti tiang pintu rumahnya itu. ketika Nabi Ismail kembali salam itu si sampaikannya, Nabi Ismail tahu, bahwa yang berkunjung tadi adalah ayahnya dan saat itu juga Nabi Ismail segera menceraikan istrinya serta mengembalikannya kepada kedua orang tuanya.

Apakah harus demikian dengan kita, tidak...! Kita InsyaAllah bisa lebih baik dari istri Nabi ismail, dalam berbicara dan sopan santun kita kepada mertua kita, karena beliau adalah orang tua kita, setelah kita menjadi istri dari suami kita. Berfikirlah lebih baik wahai Ukhti, karena kita adalah seorang Ibu, dan anak kita kelak akan menikah nanti. Saya juga sempat merasakan hal itu, namun ketahuilah, bahwa semua yang di lakukan oleh orang tua suami kita itu adalah tidak lain hanyalah cemburu belaka, karena anak yang sedianya senantiasa selalu memperhatikannya, kini terbagi perhatiannya, bahkan kadang perhatian itu menjadi lebih sedikit terhadap kedua orang tuanya, malah lebih banyak kepada kita, sebagai istrinya. Tidak kah kita bersyukur mempunyai suami yang sholeh, maka ingatkanlah pada suami kita, untuk selalu memperhatikan orang tuanya yang sudah membesarkannya.

Bila ada kesempatan kita yang memberi kasih sayang lebih banyak pada mertua kita, sebagaimana kita memberikan kasih sayang kita pada Orang tua kita selama ini. Apa lagi bila mertua lelaki kita sudah tiada, maka ibu mertua kita butuh perhatian lebih dari anak-menantunya, bakti kita padanya, seperti bakti kita pada Ibu kita. Jangan sungkan ucapkan sayang pada beliau, agar beliau tahu kalau kita sebagai menantu tidak akan pernah mengambil hak beliau sebagai seorang ibu yang jadi tanggung jawab bagi anak lelakinya yaitu suami kita, walaupun si anak sudah menikah.
Seperti cerita yang pernah saya tulis juga, tentang kasih ibu sepanjang zaman, kasih anak sepanjang galah. Maka jangan kita biarkan suami kita hanya memberikan kasih sayangnya pada orang tuanya, terutama pada ibunya yang sudah melahirkan dan membesarkannya hanya sampai pada suami menikahi kita dan mendapat kasih sayang dari kita, serta merasa cukup. sehingga perhatian pada kedua orang taunya terabaikan. Jangan.
Ingatkan selalu pada suami kita untuk terus berbakti pada kedua orang tuanya.
Memperhatikannya, jangan sampai mertua kita berkata pada suami kita,

" Setelah kamu menikah, kamu tidak lagi memperhatikan Ibu..( Kami ) " .
Sedihkan kita mendengarnya, karena itu suatu keluhan dari seseorang yang mempunyai doa yang makbul, yang cemburu karena kehilangan kasih sayang dari anaknya yang sudah beliau besarkan selama ini. Kewajiban anak laki-laki dalam memberikan perhatiannya pada kedua orang tuanya, walaupun anak lelaki itu sudah menikah adalah jelas, seperti dalam sabda Rosulullah SAW.

Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah SAW. Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Mari sayangi Mertua kita, sebagimana kita menyayangi Kedua Orang tua kita, karena di sana ada do´a untuk kebahagian rumah tangga kita. Amiin.

Wallahu´alam bisshowab.

Heidenheim 11 Maret 2009

Undangan Majelis Ilmu

Assalamu'alaikum wr.wb.

Sahabat-sahabat yang haus akan ilmu dan ingin menjadi seorang muslim yang sebenarnya, bukan muslim apa adanya, mari kita sama-sama terus memperbaiki diri dengan berilmu lewat majelis ilmu :

1. Kajian Hadits bersama Ust. Miftahuddin,
setiap Rabu Malam, pukul 18.30 - 21.00 di Musholla Baiturahman,
Jl. Bangka I, Keb Baru, Jakarta Selatan

2. Kajian Aqidah bersama Ust. Ihsan Hakim,
setiap Kamis Malam, pukul 18.30 - 21.00 di Mesjid Al-Bina Senayan,
Jl. Pintu Satu, Depan Hotel Atlit Century, kawasan Gelora Bung Karno.

Mari tingkatkan ilmu, agar kita bisa terus mendekat kepada Allah, Sang Maha Mengetahui dan Maha Memiliki Segala Ilmu.

Catatan : Kajian tersebut di atas untuk umum dan tidak dipungut biaya apapun serta tidak perlu menjadi anggota.

Wassalamu'alaikum wr.wb.
Rico Atmaka - 08158018156 / 50212373 / R. 021-8412695
YM:ID : daddy_zahirah

JADWAL KAJIAN DT JAKARTA MARET 2009

1. Kajian MMQ Baitul Hikmah Enusa
Tempat : Masjid Baitul Hikmah Elnusa, Jln. TB Simatupang Jakarta Selatan
Waktu : Selasa, 03 Maret 2009 Jam : 18.00 – 20.00 Wib.
Pemateri : Ust. Komarrudin Cholil, S.Ag

2. Kajian MMQ ISTIQLAL.
Tempat : Masjid Istiqlal , Taman Wijaya Kusuma – Jakarta Pusat
Waktu : Ahad , 08 Maret 2009 Jam : 12.00 – 15.00 wib.
Pemateri : KH. Abdullah Gymnastiar.

3. Kajian MMQ Jakarta Islamic Center
Tempat : Masjid Jakarta Islamic Center , Koja Jakarta Utara
Waktu : Senin , 9 Maret 2009 Jam : 10.00-12.00 wib.
Pemateri : KH. Abdullah Gymnastiar.

4. Kajian MMQ Pondok Indah
Tempat : Masjid Raya Pondok Indah – Jakarta Selatan
Waktu : Selasa, 10 Maret 2009 jam : 19.00 – 21.00 wib
Pemateri : KH. Abdullah Gymnastiar.

5. Kajian MMQ Baitul Ihsan – Bank Indonesia
Tempat : Masjid Baitul Ihsan , Jln. Budi Kemulyaan-Jakarta Pusat
Waktu : Senin , 23 Maret 2009 Jam : 19.00 – 21.00 wib.
Pemateri : KH. Abdullah Gymnastiar.

6. Kajian Muslimah Baitul Ihsan
Tempat : Aula Masjid Baitul Ihsan – Bank Indinesia
Waktu : Senin , 23 Maret 2009 Jam : 16.00 – 18.00 wib.
Pemateri : Ustdz.Hj. Ningrum Maurice Nugroho

7. Kajian Muslimah Pondok Indah
Tempat : Aula Masjid Raya Pondok Indah- Jakarta Selatan
Waktu : Selasa 10 Maret 2009 jam : 15.30 – 18.00 wib.
Pemateri : Ustdz.Hj. Ningrum Maurice Nugroho

Informasi Kajian DT Jakarta :
Riri ( 021-7235255 / 021-92837428 / 0815-9998064 )
aryanti_dtjkt@yahoo.com

Menikah, Sulit?

oleh Hifizah Nur Senin,

Dalam suatu sesi diskusi di kelas bahasa Jepang, sensei memberi kami tema tentang "Bila pernikahan tidak disetujui ortu, apakah anda akan tetap menikah?” Topik ini lumayan mendapatkan perhatian dari teman-teman sekelas yang selalu bosan mengikuti kelas percakapan di siang yang melelahkan. Tema ini sangat cocok untuk anak muda. Apa lagi di antara teman-teman sekelas yang bertiga belas orang orang itu, hanya saya sendiri yang sudah menikah, alias lebih senior dari yang lain.
Awalnya diskusi berjalan biasa, setiap orang mengungkapkan pendapatnya. Ada yang memilih tetap melakukan pernikahan, ada juga yang mengungkapkan dengan pasti bahwa ortunya tidak akan menentang pernikahannya. Saya sendiri yang menikah dengan smooth meskipun tanpa proses pacaran mengungkapkan orang tua saya ok-ok saja ketika saya menikah, lancar seperti jalan tol.

Selanjutnya diskusi semakin menjauh dari tema inti. Teman-teman yang kebanyakan masih berusia di awal 20-an mengungkapkan bahwa mereka suatu saat ingin menikah, tapi sekarang masih ingin memuaskan keinginan-keinginan pribadi. Seperti bekerja, mengumpulkan banyak uang dan pergi ketempat-tempat terkenal di dunia. Karena itulah mungkin, usia pernikahan semakin lama semakin menua. Di Jepang saja rata-rata usia pernikahan kira-kira 29 tahun untuk perempuan dan 35 tahun untuk laki-laki.
"Kalau menikah, pasti akan sulit melakukan hal-hal yang menyenangkan" kata seorang teman.
Teman laki-laki yang berasal dari Norwegia langsung menukas, "kenapa? saya tidak keberatan kalau isteri saya kelak punya keinginan untuk bersenang-senang sendiri".
Teman perempuan saya yang lain mencibir,"saya tidak percaya kalau ada laki-laki yang mau memberi kebebasan kepada isterinya seperti itu"

Wah diskusi mulai memanas nih...dua pola pikir yang berbeda, dari barat dan dari timur. Yang satu menganut kebebasan, satu lagi sangat paham tentang ketatnya aturan-aturan rumah tangga, yang biasa ada di dunia timur. "Bagi saya, pernikahan itu sesuatu yang mengikat, tidak bisa bebas lagi menikmati hidup, makanya saya tidak ingin menikah" Ujar teman dari Canada, yang berdarah Taiwan. Selanjutnya teman laki-laki dari eropa tadi berkata, "karena itu sebelum menikah kita harus saling mengenal dulu yang lama, bahkan kalau bisa tinggal bersama" ujarnya. Wah sudah mulai melenceng nih, seru saya dalam hati. "Mungkin pola pikir kita berbeda. Saya sendiri, tanpa melewati proses hidup bersama sebelum menikah pun, sampai saat ini pernikahan saya lancar-lancar saja. Tidak ada masalah-masalah besar," Tukas saya cepat.
Teman dari Canada berbalik ke arah sensei , dan bertanya, "Sensei, apakah sensei setelah menikah tidak mendapat masalah dengan suami sensei ?" "Tentu saja ada,” Jawab sensei sambil tersenyum. Mungkin maklum juga dengan keingintahuan muridnya yang masih sangat muda-muda itu. “Suami saya orang yang sangat memelihara kebersihan, dan sangat sangat kibishii (ketat) dalam hal ini. Di awal-awal setelah menikah, meskipun saya sudah membersihkan rumah, tetapi suami saya selalu mengeceknya lagi dan mengkritik hasil kerja saya yang bagi dia kurang bersih.” Sensei berhenti sejenak, memperhatikan reaksi murid-murid di depannya.
“Tetapi setelah berjalan setahun, masing-masing pihak sudah bisa saling beradaptasi" Ujar sensei.

Karena sensei tahu, hanya saya yang sudah menikah di kelas itu, sensei bertanya pada saya."Kalau kamu sendiri, sesudah menikah, bagaimana rasanya? apakah menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk?" tanya sensei. "Saya rasa saya menjadi lebih baik dari sebelumnya" Ujar saya. "Misalnya, sebelum menikah, saya orang yang keras kepala, kurang peduli dengan orang lain. Tapi setelah menikah, saya bisa jadi lebih memahami orang lain. Dan sekarang lebih mempertimbangangkan keluarga saya dalam mengambil keputusan-keputusan" tambah saya.
Perbincangan bergulir ke arah perceraian setelah menikah. Ternyata di negara teman laki-laki yang berasal dari Norwegia itu, tingkat perceraian sangat tinggi, mencapai 50% .”berarti tidak ada hubungan antara mengenal luar dalam lebih dulu sebelum menikah, dengan kelanggengan pernikahan ya....” Batin saya. Lalu di Jepang pun angka perceraian meningkat pesat belakangan ini. Begitu juga di Korea, sampai-sampai pemerintah Korea membuat kebijakan untuk membawa kasus perceraian ke pengadilan, untuk mempersulit proses perceraian.

Di Jepang bila pasangan suami isteri ingin bercerai sangat mudah. Mereka tinggal mengisi kolom perceraian yang diambil di shiyakusho (kantor pemerintah) lalu bercerai begitu saja. Tentu saja mereka harus membagi harta menjadi dua bagian sesuai kesepakatan mereka.
Akhirnya saya bilang" Sensei, menurut saya, yang sangat penting dalam suatu pernikahan adalah, masing-masing pihak harus menyadari kalau mereka sedang mengambil tanggung jawab yang berat. kalau itu disadari oleh setiap pasangan, saya yakin pernikahan itu akan baik-baik saja." Sensei mengangguk setuju dengan pendapat saya. Saya tidak tahu dengan teman-teman yang lain. Mungkin mereka masih harus menyerap, melihat dan belajar lebih banyak tentang dunia pernikahan. Dalam islam sendiri, para pemuda disarankan untuk segera menikah agar bisa tetap manjaga kesucian diri. Pernikahan adalah perjanjian yang berat yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Bukan suatu hal yang main-main.

Bagi saya pernikahan adalah suatu proses dan juga sarana yang bisa menjadikan saya lebih baik dari waktu ke waktu. Pernikahan juga membuat saya bisa menjalani hidup ini dengan tenang, karena memiliki tempat berbagi, tempat mencurahkan kasih sayang, dan tempat memperkaya batin saya dengan pelajaran memaafkan.
Ya, memaafkan. Bagi diri saya sendiri yang masih sangat tidak sempurna menjadi ibu dan isteri yang baik di keluarga saya. Bagi anak-anak saya yang masih harus mengenal a ba ta tsa kehidupan. Dan bagi suami saya yang masih belajar menjadi pemimpin dalam menjalankan bahtera rumah tangga ini, agar semua penumpang selamat sampai ke tujuan. Meraih keabadian syurga di akhirat kelak. Allahumma amiin.
TV OnLine
This text will be replaced

"Hot News" "Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" (QS. Ibrâhîm: 41-42)