Ketika aku menikahi wanita yang sekarang menjadi ibu dari dua anakku, aku sempat merasa dia akan menjadi milikku sepenuhnya. Ternyata aku harus berbagi dengan yang lain. Ketika aku menjadi suami dari istri yang begitu menyadari kodratnya sebagai muslimah, aku sempat merasa, aku memiliki kekuasaan penuh terhadap dirinya. Ternyata kekuasaanku tidak sepenuhnya menguasai dirinya.
Ketika aku dan istriku yang telah banyak berkorban demi diriku, bersepakat setelah menikah untuk terus berjuang menegakkan agama Allah, aku sempat merasa apapun yang terjadi seorang istri harus sepenuhnya di bawah kendali suami. Ternyata istriku memiliki kendali untuk dirinya sendiri.
Ketika Allah mulai menguji tekad kami berdua untuk terus berjuang di jalan-Nya, aku mulai sadar, kalau aku harus berbagi istri dengan Sang Maha Pemilik Segalanya di Dunia ini. Bahkan seharusnya, aku tidak punya kekuasaan untuk memiliki ataupun mengendalikan istriku sepenuhnya. Istriku seratus persen milik Allah. Istriku seratus persen berada dalam genggaman Sang Maha Bijaksana.
Sedangkan aku.....aku....aku hanyalah suami yang juga seratus persen dalam genggaman Allah. Aku hanya menerima titipan amanah dari Allah, yang sewaktu-waktu dapat Dia ambil kembali. Aku hanya bertugas menjaga istriku, tapi bukan berarti memiliki sepenuhnya.
Dalam berjuang menegakkan agama Allah, kami bersepakat untuk menjadi pelayan Sang Maha Pencipta, guna melayani hamba-hamba-Nya. Maka aku harus siap berbagi istri dengan jamaah. Meskipun terkadang muncul ketidakikhlasan dalam hatiku.
Yah, aku hanya manusia biasa yang masih terus memperbaiki diri. Aku hanya seorang suami yang biasa-biasa saja, yang masih harus banyak berilmu.
Duhai istriku, doakan selalu agar suamimu tetap ikhlas, untuk bisa berbagi dirimu dengan Allah, hingga suatu saat nanti, suamimu benar-benar memiliki keikhlasan mutlak. Amin.
Dari suamimu yang masih terus belajar ilmu ikhlas....
Rico Atmaka
Koordinator Majelis Sehati Daarut Tauhiid Jakarta